TERAS, Manado – Dosen Kepemiluan FISIP Unsrat Ferry Daud Liando menilai, money politic atau politik uang tetap menjadi isu dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilakda) walaupun sejumlah pasal dalam setiap Undang-undang telah diperbaiki dan kewenangan Bawaslu dalam penahanan politik uang telah diperkuat.
Menurut dia, meski telah banyak hal yang telah diperbaiki, namun faktanya fenomena ini belum hilang.
“Penyebab utama karena sebagian besar partai politik (parpol) belum serius dalam menyeleksi dan mempersiapkan calon pemimpin dengan baik,” kata Liando saat menjadi pembicara pada seminar nasional DKPP RI, di Hotel Peninsula, Sabtu (5/12/2020).
Liando menuturkan, setiap tahun baik APBN maupun APBD memiliki anggaran yang diberikan pada masing-masibf parpol.
Uang itu dimaksudkan agar parpol dapat mempersiapkan calon-calon pemimpin untuk dipersiapkan dalam kompetisi pilkada.
“Namun demikian banyak parpol yang tidak melakukan tugas itu dengan baik. Akibatnya, calon kepala daerah yang diusung kerap menghalalkan segala cara untuk menang. Termasuk di dalamnya adalah menyuap para pemilih agar mendapatakan suara mereka,” papar Liando.
Dikatakannya, cara-cara yang tidak bermartabat ini menyebabkan banyak calon terpilih tidak sesuai dengan ekspektasi.
Data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahwa ada banyak kepala daerah yang tidak kreatif dan kurang punya inovasi dalam membangun dan membebani daerahnya.
“Akibatnya, selesai menjabat namun tidak ada perubahan yang dikerjakan. Sebagain tertangkap KPK karena keterbatasn moralitas,” ungkap Liando.
Harunya, kata Liando, tugas parpol adalah mempersiapkan kader-kadernya dengan baik agar memiliki kemampuan dalam memimpin daerah termasuk membekali dengan etika dan moralitas agar tidak melakukan korupsi.
Ia menambahkan, pasca pilakda banyak kepala daerah yang tidak bisa merealisasi janji-janji mereka saat kampanye.
“Hal itu disebabkan relasi kepala daerah dan pemilih telah berakhir ketika ada pemberian uang dari calon dan masyarakat menerima sebagai imbalan untuk memilih. Hutang kepala daerah dianggap sudah terlunasi ketika pemilih menerima uang,” tururnya.
Jadi, wajar jika banyak kepala daerah tidak memenuhi janji-janji politik saat kampanye.
“Oleh karena itu, penting bagi pemilih untuk tidak menerima uang dari calon kepala daerah. Kalau perlu buat tindakan untuk mempermalukan mereka di depan unum jika ada calon yang berani melakukan itu,” saran Liando.
Tindakan politik uang bukan hanya merupakan pelanggaran pilkada, tetapi merupakan kejahatan politik.
“Pihak pemberi atau penerima sama-sama sebagai pelaku kejahatan demokrasi,” tegas Liando.
Dalam seminar itu, pembicara lain yakni Ketua DKPP RI Prof Dr Muhammad. (SMM)