Pemeriksaan JAK Dinilai Cacat Prosedur, Ini Tata Beracara yang Harus Dilakukan BK

TERAS, Manado- Badan Kehormatan atau BK DPRD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya menangani dugaan pelanggaran kode etik anggota DPRD harus mengacu pada meknisme Tata Beracara BK.

Tata Beracara BK menjadi pedoman bagi anggota BK dalam pengambilan keputusan secara objektif. Tanpa panduan ini maka akan kesulitan bagi BK dalam penyelidikan.

Hal ini diungkapkan oleh akademisi Unsrat, Ferry Liando kepada wartawan, Selasa (2/2/2021).

Menurut dia ada cacat prosedur dalam proses pemeriksaan yang dilakukan BK terhadap oknum Wakil Ketua DPRD Sulut, James Arthur Kojongian, Senin (1/2/2021) lalu.

“Sidang Badan Kehormatan adalah proses penyelesaian, mendengarkan keterangan masyarakat atau pelaku, memeriksa alat bukti dan mendengarkan pembelaan pelaku,” ungkapnya.

Menurut Liando, tugas BK adalah untuk membuktikan tiga hal, yaitu apakah anggota DPRD yang dipersoalkan itu melanggar hal-hal yang dilarang, melanggar apa yang diwajibkan dan melanggar kepatutan sebagai anggota DPRD.

“Jika dugaan pelanggaran etik yang dilakukan anggota DPRD itu telah terekspos di media massa, maka BK langsung memproses itu tanpa harus menunggu ada pengaduan dari masyarakat,” katanya lagi.

Dalam proses pembuktiannya, ungkap Liando, BK wajib melakukan tiga cara. Pertama, klarifikasi atau pemeriksaan secara tatap muka, dan langsung untuk mengetahui kebenaran atas suatu dugaan pelanggaran kepatutan. Kemudian proses verifikasi yaitu crosscheck kepada para pihak yang mengetahui tentang dugaan pelanggaran, melalui tatap muka, alat bukti lainnya, atau keterangan yang akan menjelaskan tentang peristiwa.

“Dan yang ketiga adalah penyelidikan yaitu mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai dugaan pelanggaran, guna menentukan pelanggaran tersebut terbukti atau tidak terbukti,” tandas Liando yang pada periode 2018-2020 menjadi Majelis Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yangg ditugaskkan mengadili dugaan pelangggaran  kode etik penyelenggara pemilu itu.

Untuk membantu BK, Liando menambahkan, sangat memungkinkan jika BK mengudang saksi ahli. Proses di BK ini bisa tidak lanjutkan atau batal jika terjadi tiga hal.

“Pertama jika parpol telah membatalkan status keanggotaan parpol yang bersangkutan. Kedua, jika  yang bersangkutan secara resmi mengundurkan diri secara sukarela dan yang ketiga, ketika dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana berupa kekerasan yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih,” terangnya.

Satu saja dari ketiga proses itu dilakukan maka sudah cukup menjadi dasar untuk di PAW.

“Sebab syarat PAW ada tiga yaitu  pencabutan keanggotaan parpol, mengundurkan diri atau adanya putusan pengadilan yang menyatakan yang bersangkutan bersalah atas tindakan pelanggaran hukum tertentu,” tutup Tenaga Ahli Dirjen Otda Kementerian Dalam Negeri ini. (YSL)

Latest from Headline