TERAS, Manado- Fraksi Partai Demokrat tetap pada pandangannya soal rancangan peraturan daerah (Ranperda) Covid-19, yang dalam waktu dekat akan ditetapkan oleh DPRD Sulawesi Utara.
Sejumlah kritik dan saran dialamatkan oleh fraksi yang dipimpin oleh Billy Lombok tersebut. Di antaranya, jika masing-masing kabupaten/kota membuat Perda Covid-19 dengan jumlah besaran denda yang berbeda, maka Perda mana yang akan digunakan.
“Lalu siapa yang berkewenangan menarik denda? Propinsi atau kabupaten/kota? Ini bisa membuka peluang untuk pungli (pungutan liar, red),” ucap Lombok kepada wartawan, Senin (22/1/2021) sore.
“Sudah sebulan lalu, Fraksi Demokrat dan beberapa fraksi mengingatkan tegas dan kuat bahwa Perda ini banyak yang belum diatur jelas,” tambah dia.
Menurut Wakil ketua DPRD Sulut ini, jika akan dibuat Peraturan Gubernur (Pergub), maka masih ada 14 hari lagi untuk dikonsultasikan ke Kementerian. Jika katanya mau dituangkan dalam SK Gubernur, Lombok mengajak untuk membaca soal perbedaam SK Gubernur dan peraturan.
“Mengenai perbedaan antara keputusan (beschikking) dengan peraturan (regeling) disebutkan dalam buku Hukum Acara Pengujian Undang-undang karangan Jimly Asshiddiqie, suatu keputusan (beschikkiking) bersifat sekali-selesai (enmahlig), sedangkan peraturan (regeling) selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig),” terang Lombok.
Ia pun mempertanyakan mengapa Ranperda Covid-19 harus buru-buru ditetapkan.
“Kenapa terburu-buru? Kejar tayang oke, tapi kepentingan rakyat jangan dikorbankan. Setelah Perda ditetapkan, ruang mana lagi yang akan diisi, untuk hal-hal yang Fraksi Demokrat sampaikan sebelumnya,” kritik dia.
Soal pandangan Fraksi Partai Demokrat yang belum sempat diserahkan, ada lima hal yang menjadi kelemahan dan kekurangan dari Ranperda yang diusul eksekutif ini.
Pertama, Perda ini memiliki judul utama yakni Penegakan Hukum. Dengan judul
tersebut, Perda ini seharusnya memuat mekanisme bagaimana cara menegakkan protokol kesehatan. FPD tidak menemukan satupun pasal dalam Ranperda ini yang memuatnya.
Kedua, maksud pembuatan Perda ini salah satunya adalah sebagai Lex Generalis sehingga Peraturan yang berhubungan dengan penegakan protokol kesehatan Covid-19 yang telah ada sebelumnya seperti Peraturan Gubernur, dapat dihapus dikarenakan tidak bisa memuat ketentuan pidana, dan diganti dengan bangunan Peraturan Daerah yang lebih komprehensif, yang dapat memuatnya.
“Ketiga, apabila memang hal – hal yang tidak diatur dalam Perda tersebut akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur, maka hal ini seharusnya dicantumkan sebagai sebuah pasal,” katanya lagi.
Keempat, terkait pengenaan hukuman baik Pidana Kurungan maupun Denda Administratif yang dimuat dalam Perda ini, kami menemukan bahwa pengenaan kedua jenis hukuman yang sebenarnya sudah baik ini tidak memiliki ketentuan hukum acaranya dalam Ranperda ini.
Seperti misalnya apakah dikenakan langsung di lapangan, ataukah dibawa ke ranah hukum acara pemeriksaan singkat oleh Hakim Pengadilan, ataukah langsung pengenaan sanksi oleh pihak kepolisian, dan lain sebagainya.
“Hal ini belum ditambah dengan kompleksitas pengelolaan Denda yang hanya dicantumkan disetorkan ke Kas Daerah, sedangkan locus delicti-nya berada di wilayah Kabupaten / Kota, jadi siapa sebenarnya berhak untuk memungutnya? Pertanyaan seperti ini tidak perlu ada jikalau Ranperda ini memuat pasal yang memuat hukum acara pemberian hukuman dan pemungutan dendanya, yang berisi tentang siapa yang memberi hukuman, siapa yang memungut denda, siapa yang mengelola denda, dan lain sebagainya,” terang Lombok panjang.
Yang kelima, tambah Lombok adalah soal beberapa pengaturan populer terkait protokol kesehatan Covid-19 saat ini yang sementara diterapkan oleh Pemerintah, justru tidak dicantumkan dalam Ranperda ini.
Misalnya tentang pengenaan jam operasional tempat usaha tertentu seperti rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tempat hiburan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan populer “jam malam”.
“Kelima hal tersebut merupakan hasil temuan Fraksi Demokrat, sehingga kami memandang bahwa Ranperda ini belum dapat dimajukan ke tahapan selanjutnya. Dengan alasan masih memiliki banyak kekurangan dan perlu dilengkapi terlebih dahulu agar lebih komprehensif dalam memberikan penegakan hukum terhadap protokol kesehatan Covid-19. Hal ini pada akhirnya adalah demi keselamatan kita bersama, terutama masyarakat Sulawesi Utara,” tutup Lombok. (YSL)