TERAS, Manado- Polemik keberadaan perusahaan tambang emas PT Bulawan Daya Lestari (BDL) di Kabupaten Bolmong terus bergulir. Perizinan, AMDAL serta lokasi pertambangan dipermasalahkan.
Hal-hal ini pun dibahas pelik dalam hearing yang digelar komisi gabungan, yakni Komisi I bidang Pemerintahan dan Hukum, Komisi III bidang Pembangunan dan Komisi IV bidang Kesejahteraan Rakyat, Senin (11/10/2021) siang. Hearing dipimpin langsung oleh Ketua DPRD, Fransiskus Andi Silangen dan Wakil ketua DPRD, Victor Mailangkay.
Ketua DPRD menegaskan bahwa hearing komisi gabungan yang dilakukan pihaknya adalah untuk mendengarkan aspirasi masyarakat.
“Kalau sebelumnya kami sudah menerima aspirasi dari masyarakat adat, sekarang ini kami juga harus mendengarkan penjelasan dari PT BDL. Karena mereka juga adalah masyarakat,” ucap Silangen.
Sedangkan Mailangkay menjelaskan bahwa hearing tersebut adalah tindak lanjut dari hasil pertemuan antara pihak DPRD dan masyarakat adat Bolmong dan yang membawa aspirasi mereka pada Senin (4/10/2021) lalu.
Ia mengatakan ada lima rekomendasi/hasil pertemuan dengan masyarakat adat Bolmong yang datang ke DPR. Yakni DPRD Sulut akan turun ke lapangan atau ke lokasi pertambangan, lalu DPRD melakukan hearing dengan PT BDL, DPRD mengawal proses dan penanganan hukum terbunuhnya salah satu warga Bolmong akibat ricuh di PT BDL, memberhentikan aktifitas di Golimomot serta menghormati adat beserta tata upacara adat di Bolmong.
“Dan saat ini, hearing yang dilaksanakan adalah untuk mendengarkan legal standing berdirinya PT BDL dan legal standing tanah adat di lahan pertambangan PT BDL,” ucap Mailangkay.
Dalam penjelasannya, pihak PT BDL melalui DR Ralfie Pinasang SH MH mengatakan bahwa tidak benar jika perusahaannya tidak memiliki izin. Bahkan oleh pihak BDL, sebelum hearing sudah menyerahkan copy-an kronologis hukum serta nomor-nomor surat izin PT BDL dalam berkegiatan pertambangan di Bolmong.
“Status area PT BDL adalah hutan produksi terbatas atau HPT yang dikelola pemerintah, dalam hal ini Kementerian/Dinas Kehutanan dan bukan berstatus hutan ada atau tanah adat, sebagaimana penjelasan bupati yang diperkuat oleh Kepala UPTD KPH Unit 1 Wilayah Bolmong dan Bolmut,” ungkap Pinasang.
Pernyataan Pinasang tersebut diperkuat oleh Pemerintah Propinsi (Pemprop) Sulut melalui Kadis PTSP, Frangky Manumpil yang menegaskan bahwa izin yang PT BDL yang dikeluarkan adalah sah, dan perpanjangan izin juga telah dikeluarkan sesuai dengan SOP yang ada.
Selain itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Propinsi Sulut, Marly Gumalag juga mengatakan bahwa untuk AMDAL pun, PT BDL tak perlu lagi melakukan perpanjangan karena izin lingkungan/AMDAL berlaku selama perusahaan masih beroperasi.
Sebelumnya, anggota Komisi IV, James Tuuk mempertanyakan izin beroperasi PT BDL yang diduga belum ada. Ia juga mengatakan bawah PT BDL telah melecehkan masyarakat adat Bolmong karena tidak melakukan komunikasi/minta izin untuk melakukan aktifitas tambang di tanah adat.
Bahkan soal bantahan pihak PT BDL bahwa lahan tempat mereka bukanlah hutan adat/tanah adat, ditentang keras oleh politisi yang dikenal vocal dan kritis memperjuangkan hak-hak adat.
“Ingat, tanah di seluruh Bolmong itu semuanya adalah tanah adat. Hargai adat Bolmong. Kalian sudah melecehkan adat kami, dan melanggar aturan-aturan yang ada. Kami mempertanyakan izin, juga AMDAL PT BDL ini,” kata Tuuk Lantang.
Ia bahkan meminta agar pihak pemerintah, dalam hal ini Dinas PTSP menjelaskan tata cara pengurusan IUP hingga PT BDL boleh beroperasi di wilayah Bolmong.
“Saya minta dari Lingkungan Hidup, ESDM, PTSP apakah dokumen PT BDL ini sudah sesuai? Karena apa? Komisi III DPR RI akan turun ke lokasi yang sama. Dan ini sudah menjadi isu nasional,” tukasnya.
Turut hadir dalam hearing tersebut, para personel Komisi I, III dan IV, Asisten I Pemprop dan jajaran, serta Komisaris Utama PT BDL, Jantje Tanesia. (YSL)