TERAS, Manado– Dukungan penuh Partai Golkar terhadap nasib James Arthur Kojongian (JAK) sebagai anggota DPRD Sulawesi Utara (Sulut) menuai reaksi publik.
Mosi tidak percaya dilayangkan Gerakan Perempuan Sulut (GPS) kepada partai berlambang pohon beringin tersebut. GPS sendiri terdiri dari puluhan organisasi masyarakat lawan kekerasan terhadap perempuan dan anak, yang telah mengawal kasus JAK sejak Febuari 2021 lalu.
Atas reaksi publik ini, DPD I Partai Golkar Sulut mengeluarkan pernyataan bahwa JAK masih berstatus sebagai Wakil Ketua DPRD Sulut karena pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah mengeluarkan surat yang menyatakan usulan pemberhentian JAK tidak dapat diproses selanjutnya.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris DPD I PG Sulut, Raski Mokodompit kepada wartawan, Minggu (9/1/2022).
Dikatakan Raski, sejak awal Partai Golkar Sulut sangat menghormati proses di Badan Kehormatan (BK). Pihaknya bahkan tidak melakukan intervensi untuk menghambat proses tersebut.
“Bahkan Anggota BK dari Fraksi Partai Golkar pun tidak pernah membocorkan hasil rapat sebelum adanya keputusan BK. Begitu juga dengan yang bersangkutan (JAK, red) yang sangat kooperatif dengan pemanggilan atau undangan dari BK. Bahkan sangat berjiwa besar menerima apapun keputusannya,” terang Raski.
Namun dijelaskannya pula, merujuk surat Kemendagri Nomor : 161.71/7002/OTDA tanggal 29 Oktober 2021 tentang Penjelasan Atas Usulan Pemberhentian JAK, bahwa mekanisme beberapa waktu lalu sampai berujung pada Rapat Paripurna pembacaan Keputusan BK dianggap tidak memenuhi kaidah hukum yang berlaku sehingga pihak Kemendagri tidak pernah memproses usulan pemberhentian tersebut.
“Sudah cukup lama kami Partai Golkar Sulut menunggu kepastian keputusan pemberhentian tersebut. Tapi sekarang kami mengajak semua pihak untuk sama-sama berjiwa besar menghormati dan menerima bahwa saudara JAK masih berstatus sebagai Wakil Ketua DPRD,” tegas dia.
“Dan pengusulan pemberhentian saudara JAK tidak sesuai dengan aturan yang ada seperti penjelasan dari pihak Kemendgari. Janganlah hanya faktor like and dislike kepada seseorang hingga membuat kita sengaja menahan-nahan apa yg menjadi hak dari orang lain,” tutup Rasky yang juga merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sulut. (YSL)