TERAS, Manado- Dosen Ilmu Politik FISIP Unsrat, Ferry Daud Liando mengatakan, jika pemilihan umum (pemilu) benar-benar akan ditunda, maka konsekuensi terburuknya adalah Indonesia tidak akan memiliki Presiden sejak Oktober 2024 nanti.
Liando menjelaskan, Pasal 7 UUD 1945 menegaskan bahwa masa jabatan Presiden hanya bisa diperpanjang satu kali saja, dan masing-masing periodenya sudah tegas dibatasi selama lima tahun.
Jadi, meski saja pemilu ditunda maka tidak akan secara otomatis jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan diperpanjang.
“Dengan demikan, jika pemilu ditunda maka sejak Oktober 2024 Indoensia akan mengalami kekosongan Presiden dan Wakil Presiden,” ujar Liando yang merupakan Wakil Sekjen pengurus pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).
“Karena DPR dan DPD dipilih satu paket dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, maka secara otomatis akan terjadi kekosongan juga anggota DPR, DPD dan DPR daerah,” tambah Liando.
Hal ini disampaikan Liando saat menjadi narasumber di seminar dengan tema “Figur Bidik Pemilu 2024” yang dilaksanakan di Aula Mapalus Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Sabtu (19/3/2022).
Ia menyebutkan, Pasal 8 UUD 45 mengatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama.
Selambat-lambatnya 30 hari setelah itu, MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
“Masalahnya, baik MPR dan menteri-menteri akan berakhir jabatan bersamaan dengan akhir masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden,” sebutnya.
Kalau dalam UU 10 tahun 2016, bahwa Pilkada bisa ditunda oleh karena keadaan terentu dan untuk mengisi jabatan kepala daerah karena jabatan kepala daerah hanya lim tahun maka bisa ditunjuk pejabat gubernur oleh Presiden sebagai pelaksana sementara.
“Jadi, tata kelola pemerintahan dapat berjalan normal sampai pilakda selesai dilakukan. Jika negara tanpa Presiden, maka potensi kekacauan dan kerusuhan bisa saja tidak dapat dihindari,” ungkap Liando.
Dia mencontohkan, banyak pengalaman negara-negara bubar karena ini.
“Jika Jokowi dimintakan untuk melanjutkan jabatan akibat penundaan pemilu, maka konstitusi tetap harus diamandemen karena konstitusi menyebut masa jabatan Presiden paling tinggi 10 tahun,” ujar Liando.
Selain Liando, pembicara lain dalam seminar itu yakni Pengamat Politik Nasional Karyono Wibowo, serta peserta dari perwakilan kampus-kampus se-Sulut, organisasi extra kampus dan Ketua JAM Sulut Josua Liow. (SMM)