/

Lebih Mematikan Dari Covid-19, Tahun 2013 Virus Hendra Pernah Terdeteksi Ada di Manado

TERAS, Internasional- Para peneliti di Australia mengidentifikasi varian baru virus Hendra yang tidak dikenali sebelumnya, yang diduga berpotensi lebih menular ke manusia.

Walau jumlah kasus Covid-19 menurun, pemerintah dan masyarakat Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan dengan munculnya virus Hendra yang lebih mematikan dibanding virus Covid-19.

“Fatality rate atau tingkat kematiannya lebih tinggi. Jika Covid-19 pada tingkat 3-4%, virus Hendra berada pada tingkat 50% kematian,” kata epidemiolog Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, sebagaimana dikutip dari situs resmi Unair.

Para peneliti di Australia mengidentifikasi varian baru virus Hendra yang tidak dikenali sebelumnya, yang menyebabkan penyakit mematikan pada kuda-kuda di Australia. Hasil penelitian menunjukkan adanya dugaan peningkatan risiko penularan ke manusia dibandingkan varian virus Hendra sebelumnya.

Baca Juga: Bill Gates Kembali Terseret Tudingan Dalang Wabah Cacar Monyet, Apa Benar?

Peneliti ketahanan kesehatan global dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, mengatakan hasil penelitian di Australia itu masih merupakan “hipotesa” karena faktanya, kasus infeksi virus Hendra masih sangat jarang ditemukan pada kuda, apalagi pada manusia, meski ada ada tren peningkatan kasus.

“Secara umum masih cukup jarang. Kekhawatiran itu menjadi satu dasar untuk mitigasi yang lebih kuat, khususnya di surveillance, deteksi dini,” kata Dicky kepada BBC News Indonesia, Rabu (1/6).

Apa itu virus Hendra?

Virus Hendra pertama kali ditemukan pada 1994 di daerah bernama Hendra, di pinggiran kota Brisbane, Australia. Virus itu ditemukan saat wabah penyakit pernapasan dan neurologis menyerang kuda dan manusia.

Di Indonesia, virus Hendra pernah terdeteksi di Pontianak, Kalimantan Barat dan Manado, Sulawesi Utara, pada 2013 lalu. Para peneliti menemukan antibodi virus Hendra pada puluhan kelelawar di dua daerah tersebut.

Dalam kasus virus Hendra, kelelawar merupakan reservoir atau tempat patogen bersarang dan berkembang biak untuk dapat menularkan penyakit.

Virus Hendra masih satu keluarga dengan virus Nipah– yang menginfeksi hewan ternak babi dengan agen penularan kelelawar pemakan buah. Di tempat asalnya ditemukan, virus Hendra menginfeksi kuda, dengan masa inkubasi antara 5-16 hari.

Virus Hendra dapat menyebabkan berbagai macam gejala pada kuda. Pemerintah Australia mengidentifikasi beberapa gejalanya, antara lain demam, peningkatan denyut jantung, berguling dan berkeringat tanpa bunyi perut, sesak napas, keluar cairan dari hidung, gaya berjalan goyah, kehilangan penglihatan, memiringkan dan memutar-mutar kepala, otot berkedut, dan beberapa gejala lainnya.

Di Australia, sebanyak 70% kuda yang terinfeksi virus ini mati.

Virus Hendra bisa menimbulkan beberapa gejala pada kuda, termasuk demam, sesak napas, sampai gaya berjalan yang goyah.
Belum ditemukan pengobatan khusus untuk kuda yang terinfeksi virus Hendra.

Pengobatan pendukung seperti agen anti-inflamasi dan terapi cairan mungkin bisa dilakukan, tapi pemerintah Australia mengatakan eutanasia mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi ke manusia – atau ke hewan lain.

Virus Hendra sebenarnya sangat rapuh. Virus itu bisa mati karena panas, sabun atau deterjen, dan dengan pengeringan.

Setelah kasus Covid-19 di Indonesia mereda, virus Hendra menjadi salah satu virus yang banyak diperbincangkan. (Tribun Jabar)
Virus Hendra mungkin dapat bertahan di lingkungan mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari tergantung pada keadaan lingkungan. Kondisi lembab dengan pH mendekati netral membuat kelangsungan hidup virus Hendra lebih lama.

Kelangsungan hidup lebih lama dalam kondisi lembab yang sejuk di mana pH mendekati netral.

Bagaimana jika virus Hendra menginfeksi manusia?

Sementara itu, pada manusia, gejala infeksi virus Hendra biasanya berkembang antara lima sampai 21 hari setelah kontak dengan kuda yang terinfeksi.

Manusia yang tertular virus Hendra akan mengalami demam, batuk, sakit tenggorokan, dan sakit kepala. Umumnya, kelelahan timbul sebagai gejala awal.

Selanjutnya, infeksi bisa lebih parah dan menyebabkan meningitis atau ensefalitis (radang otak), yang menyebabkan sakit kepala, demam tinggi, dan kantuk. Kadang bisa kejang-kejang atau bahkan koma.

Infeksi virus Hendra juga bisa berakibat fatal pada manusia.

Manusia yang tertular virus Hendra akan mengalami demam, batuk, sakit tenggorokan, dan sakit kepala.

Sejauh ini belum ada pengobatan khusus untuk infeksi virus Hendra. Di Australia, biasanya kasus infeksi ditangani di rumah sakit. Obat antivirus belum terbukti efektif dalam mengobati infeksi virus Hendra.

Orang yang pernah terpapar cairan tubuh kuda yang terinfeksi mungkin akan ditawarkan pengobatan eksperimental dengan jenis antibodi yang dapat mencegah infeksi.

Setelah kasus Covid-19 di Indonesia mereda, virus Hendra menjadi salah satu virus yang banyak diperbincangkan.

Dicky Budiman mengatakan risiko kematian pada manusia yang terinfeksi virus Hendra bisa mencapai 60%. “Satu dari dua yang terinfeksi bisa meninggal. Dari awal ditemukan sudah seperti itu. Artinya, kalau ada strain-strain baru, ini fatal sekali, semua yang kena bisa meninggal,” kata Dicky menjelaskan.

Berpotensi jadi wabah serius

Hingga saat ini, Dicky mengatakan belum ada catatan yang menunjukkan infeksi virus Hendra pada manusia di Indonesia. Perlu ada penelitian untuk memetakan sebaran virus Hendra di Indonesia karena bukan tidak mungkin virus itu sudah ada. Penelitian pada 2013 lalu menjadi salah satu bukti keberadaan virus Hendra di Indonesia.

“Kita sudah waktunya untuk memetakan penyakit-penyakit yang ada di hewan ini termasuk dukungan pemerintah pusat untuk penganggarannya untuk melakukan surveillance karena ini memberikan data, gambaran, penyakit-penyakit di hewan yang berpotensi menular ke manusia. Jadi kita bisa deteksi awal,” kata Dicky. Dalam hal ini, Kementerian Pertanian yang mengambil peran dan harus merepons hasil-hasil penelitian tentang deteksi dini penyakit baru dari hewan-hewan.

“Kalau mau memperbaiki respons, belajar dari situasi pandemi ini, kita sudah enggak bisa hanya di manusia, tetapi di hewan,” ujar Dicky.

Dia menambahkan, jika tidak ditangani dengan baik, virus Hendra berpotensi menjadi wabah yang serius karena fatalitasnya sangat tinggi. Hal itu mungkin bisa terjadi dalam “satu atau dua tahun lagi”.

Namun, untuk sampai pada pandemi, Dicky memprediksi masih sangat jauh. Virus Hendra berpotensi menjadi wabah yang serius karena fatalitasnya sangat tinggi.

Sementara itu, berbicara soal potensi kerusakan yang ditimbulkan virus Hendra, Dicky memprediksi kondisi di Indonesia bisa jadi lebih buruk dengan Australia, tempat awal virus Hendra ditemukan. Sebab, masih banyak warga yang masih hidup berdampingan dengan hewan-hewan, berbeda dengan Australia, di mana peternakan-peternakan berada jauh dari pemukiman.

“Kita sendiri dari sisi penataan, lokasinya sangat rentan, dekat dengan manusia, padat penduduk, sanitasinya juga buruk, surveillance-nya juga buruk atau rendah. Artinya, potensi beban lebih besar ada di negara-negara berkembang dan negara miskin,” kata Dicky.

Dalam hasil penelitian yang mengungkap keberadaan virus Hendra di Indonesia pada 2013 lalu, para peneliti mengatakan temuannya itu merupakan “peringatan dini” bagi para pemangku kepentingan untuk memberikan perhatian serius terhadap virus Hendra, “agar terjadinya wabah bisa diantisipasi”.

Pada 2017, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian pernah mengatakan telah melakukan pencegahan masuknya wabah virus Hendra ke Indonesia dengan melaranga importasi kuda dan produk turunannya dari Australia.

Selain itu, Kementerian Pertanian juga mengimbau masyarakat untuk menghapus budaya mengkonsumsi kelelawar karena dari hasil penelitian kelelawar berperan dalam penyebaran virus Hendra.

Berbagai sosialisasi dan himbauan terhadap pemeliharaan kuda juga disampaikan untuk mencegah penyebaran virus yang dikategorikan berbahaya itu. (YSL)

Sumber: Klikmanado.com

Latest from Headline