TERAS, Manado- Pengumuman calon anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara yang dikeluarkan oleh tim seleksi calon Anggota Bawaslu tertanggal 2 Agustus 2022 sangat disayangkan oleh Gerakan Perempuan Sulut (GPS), karena sama sekali tidak mempertimbangkan keterwakilan perempuan. Enam orang calon yang lolos semuanya laki-laki.
Keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara Pemilu sudah jelas diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 10 ayat (7) yang menyatakan bahwa komposisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU Provinsi dan keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% dan Pasal 92 ayat (11) yang menyatakan bahwa komposisi keanggotaan Bawaslu, keanggotaan Bawaslu Provinsi dan keanggotaan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
Ketentuan itu seharusnya menjadi catatan bagi penguatan demokrasi yang berperspektif gender dengan menghadirkan kesetaraan gender dalam pengambilan keputusan-keputusan publik khususnya dalam penyelenggaraan Pemilu, yang mengedepankan keterlibatan perempuan di dalamnya sebagaimana kebijakan affirmative action dalam sistem demokrasi.
“Sebelum melaksanakan Tahapan Pemilihan Calon Bawaslu Provinsi, Tim Seleksi sudah mendapat pembekalan secara kolektif yang difasilitasi Sekretariat Bawaslu RI dengan menghadirkan para narasumber yang berkompeten untuk menegakkan aturan termasuk keterwakilan perempuan sebagai penyelenggara pemilu.
“Sangat disayangkan terjadi di Sulawesi Utara, penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu Provinsi Sulut tidak mengakomodir perempuan untuk mengawal dan mengawasi jalannya tahapan Pemilu 2024. Ke depan regulasi Pemilu perlu di amandemen kembali untuk pelibatan Tim Seleksi dari berbagai unsur seperti Tokoh Masyarakat/aktivis gerakan masyarakat sipil, keterwakilan pemerintah, dan bukan hanya pihak akademisi saja. Agar hasilnya bisa menjawab pentingnya affirmative action,” ucap Vivi George, Swara Parangpuan Sulut.
Secara tegas hak perempuan untuk berpolitik dijamin dalam Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW tentang penghapusan diskriminasi perempuan di bidang politik yang sudah diratifikasi menjadi UU No. 7 Tahun 1984, selain diatur dalam UU tentang Pemilu terkait keterwakilan perempuan 30% di KPU dan Bawaslu dari tingkat pusat hingga daerah. Keterwakilan perempuan penting harus terpenuhi karena menjadi akses bagi perempuan untuk masuk di dalam institusi politik dimana muaranya adalah mempengaruhi proses pembuatan kebijakan.
“Selain itu, memastikan struktur penyelenggara dan pelaksanaan pemilu yang berkeadilan gender. Maka tim seleksi harus memiliki perspektif gender, karena perspektif ini akan menghasilkan aturan-aturan pelaksanaan pemilhan umum yang bersifat inklusif termasuk mengakomodir kelompok perempuan,” tambah Ruth Ketsia Wangkai, Koordinator GPS.
“Penetapan calon Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara ini seharusnya menjadi pembelajaran berharga dan peringatan kepadaTim Seleksi kedepan untuk konsisten melaksanakan aturan affirmative action 30% keterwakilan perempuan sebagai wujud pemenuhan hak asasi perempuan di bidang politik,” tutup keduanya. (*)