TERAS, Manado – Warga di Pulau Miangas, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, ternyata masih mengalami kendala terkait transprotasi laut.
Kapal yang masuk melayani di pulau terluar Indonesia ini ternyata harus ditunggu masyarakat hinbeberapa hari.
Hal ini menjadi kesulitan bagi warga yang sakit dan perlu berobat. Terungkap, sudah ada korban jiwa yang jatuh akibat diduga terlambatnya pelayanan kapal.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Komisi III DPRD Sulawesi Utara Amir Liputo, saat rapat kerja dengan Dinas Perhubungan Sulawesi Utara.
“Saya merasa prihatin, saya membaca berita dua minggu atau sebulan yang lalu di daerah Talaud itu khususnya daerah perbatasan yaitu Miangas sudah hampir dua bulan ini satu-satunya kapal yang melayani perintis ke sana (Miangas) itu tidak lagi masuk karena dalam keadaan rusak,” katanya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, kondisi ini menyebabkan sulitnya masyarakat terutama yang sakit untuk berobat keluar dari Miangas.
“Dan sudah ada korban jiwa yang jatuh, sudah dua orang dalam keadaan kritis susah untuk dievakuasi ke ibukota atau ke Melonguane dan Lirung (Talaud), bahkan di Tahuna (Sangihe),” ungkapnya.
Amir pun meminta penjelasan Dinas Perhubungan terkait bagaimana antisipasi hal seperti itu.
“Kalau dia (kapal perintis) rusak semestinya Dinas Perhubungan coba kooridnasi dan harus ada kapal pengganti,” sarannya.
Menurut dia, kajadian seperti ini tentu merusak citra Sulawesi Utara. Apalagi Sulawesi Utara masuk lima destinas super prioritas (DSP) wisata nasional.
“Bagaimana ini koordinasi Dinas Perhubungan? Apakah semua masalah dikembalikan kepada pak gubernur. Untuk apa ada dinas-dinas kalau semua pak gubernur yang dilibatkan. Lebih baik tidak usah ada SKPD, gubernur sandiri jo (sendiri saja),” sebut Amir.
Amir mengungkapkan, untuk berobat ke luar daerah, warga hanya berharap kalau ada kapal-kapal nelayan yang ada di situ.
“Dulu kami pernah ke Kementerian Perhubungan memintakan supaya tidak hanya satu kali, tapi ada sumber prioritas kapal berkeliling daerah perbatasan ini sehingga masyarakat di perbatasan ini jangan sampai mereka ada di dalam peta tapi tidak ada dalam APBD dan APBN,” paparnya.
“Mereka resmi terdaftar di wilayah Republik Indonesia tapi untuk mendapatkan transportasi kapal bagaikan mencari berlian di dalam lautan,” sambung Amir.
Terkait hal ini, Stenly Patimbano salah satu Kepala Bidang Dinas Perhunungan Sulawesi Utara mengatakan, kapal perintis di Provinsi Sulawesi Utara ada lima unit.
“Pelabuhan pangkalannya dua di bitung, dan tiga ada di Tahuna melayani Nusa Utara. Pembiayaannya itu dari APBN melalui Kementerian Perhunungan,” katanya.
Ia menyebut, kelemahan kapal-kapal perintis ini tidak disiapkan kapal pengganti.
“Jadi kalau ada docking mau tidak mau ini akan ada kekosongan pada lintasan yang ia layani,” sebutnya.
Namun kini pihaknya telah mengubah pola pelayanan kapal, dalam waktu lima hari bisa terlayanan pada lintasan yang dilayani. (*)