Hearing Lintas Komisi, SSI Minta DPRD Tinjau Izin PT Tambang Mas Sangihe

TERAS, Manado- Sehubungan dengan terbitnya IUP Operasi Produksi (OP) pertambangan emas PT Tambang Mas Sangihe Nomor: 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 (terlampir), masyarakat sipil yang tergabung dalam wadah Save Sangihe Island (SSI) mendatangi kantor DPRD Sulawesi Utara, Senin (10/5/2021) siang.

Dalam rapat lintas komisi, yakni Komisi III bidang Pembangunan dan Komisi IV bidang Kesejahteraan Rakyat yang digelar di ruang rapat I, SSI memohon lembaga DPRD Provinsi Sulawesi Utara untuk meninjau seluruh izin-izin PT Tambang Mas Sangihe dengan tujuan pembatalan/pencabutan izin-izin tersebut baik yang diterbitkan Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara maupun oleh Menteri ESDM.

Adapun alasan-alasan atau dasar permohonan ini sebagai berikut :

1. Menurut UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (selanjutnya disebut UU No. 1 Tahun 2014) Pulau Sangihe adalah pulau kecil pulau kecil oleh karena luas pulau Sangihe adalah 73.680 HA atau 736,8 km2, sedangkan kriteria luas pulau kecil yang dimaksud UU No. 1 Tahun 2014 adalah lebih kecil dari 2000 km2 (lebih kecil dari 200.000 Hektar), sedangkan luas wilayah yang akan ditambang oleh PT Tambang Mas Sangihe sebagaimana IUP OP adalah seluar 42.000 HA, atau lebih dari setengah luas Pulau Sangihe;

2. Terdapat LARANGAN EKSPLISIT dalam ketentuan Pasal 35 huruf k UU No.1 Tahun 2014, sebagaimana kutipan berikut:

Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang:

k. Melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya;

3. Karakteristik Pulau Sangihe dalam keadaan normal saja secara fisik sangatlah rentan dengan bencana alam dan jika terjadi perubahan bentang alam oleh kegiatan pertambangan emas skala besar tersebut, patut diduga akan menimbulkan bencana atau malapetaka lingkungan bagi masyarakat Pulau Sangihe (vide sejarah bencana alam di gugusan Kepulauan Sangihedan Perda Kabupaten Kepulauan Sangihe No. 4 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Sangihe);

4. Kegiatan pertambangan emas untuk luasan wilayah sebagaimana IUP OP yang dipegang oleh PT Tambang Mas Sangihe, sangat berpotensi merugikan masyarakat sekitarnya, yaitu masyarakat yang telah berabad-abad hidup tenteram dan damai di wilayah yang sekarang menjadi wilayah IUP PT Tambang Mas Sangihe harus disingkirkan dari wilayah tersebut, serta hutan yang merupakan pelindung (sumber air bersih) bagi masyarakat setengah wilayah Pulau Sangihe (menimbulkan ancaman keberlangsungan hidup masyarakat);

5. Ancaman-ancaman yang timbul akibat dari dikeluarkannya IUP OP oleh Dijen Minerba Menteri ESDM, telah menimbulkan gejolak sosial karena dinilai bertentangan dengan common sense (akal sehat) dan hak konstitusi yang diatur Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 tentang hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, tegasnya, tidak jelas tujuan pertambangan emas dari IUP OP tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat;

6. Adanya larangan kearifan lokal (local wisdom) terhadap segala tindakan yang merusak Pulau Sangihe, sehingga masyarakat adat (terlampir Surat Penolakan) dan kalangan agama (terlampir Surat Penolakan) di Kabupaten Kepulauan Sangihe menolak pertambangan emas PT Tambang Mas Sangihe tersebut, tegasnya bertentangan dengan budaya setempat;

7. Masyarakat terkena dampak langsung dari aktivitas pertambangan emas tersebut sebagaimana diatur ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup tidak dilibatkan dalam proses pembuatan AMDAL sebagaimana amanat ketentuan peraturan perundang-undangan;

8. Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) sangat tertutup dalam proses penerbitan IUP OP PT Tambang Mas Sangihe serta Izin Lingkungan, dalam hal ini nyata-nyata melanggar hak-hak masyarakat yang diatur peraturan perundang-undangan;

9. Terancamnya Kawasan hutan lindung Sahendarumang di kecamatan Tamako (masuk dalam wilayah IUP OP PT Tambang Mas Sangihe) telah menjadi rumah dari habitat hewan-hewan  endemik Sangihe termasuk spesies burung yang dilindungi yang kini terancam keberadaannya;

10. IUP OP PT Tambang Mas Sangihe bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Petambak Garam serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

“Kami menyampaikan permohonan kami, dengan harapan permasalahan yang sangat meresahkan masyarakat Pulau Sangihe, dapat ditindaklanjuti,” ucap para anggota SSI, yakni Alfred Pontolondo, Jull Takaliuang, Samsared Barahama, Agustinus Mananohas, Riedel Sipir, Frets Besinung, Elbi Pieter, Venetsia Andemora.

Terkait hal ini, personel Komisi III, Ronald Sampel mengatakan bahwa tujuan utama para tokoh adat, tokoh masyarakat dan LSM pemerhati kepulauan tersebut adalah untuk menolak PT Tambang Emas Sangihe (TMS) yang memang sesuai dengan UU no 1 tahun 2018 tidak bisa dilaksanakan di Kabupten Kepulauan Sangihe.

“Karena Kabupaten Kepulauan Sangihe itu terdiri dari 73 ribu hektar sedangkn izin yang di berikan 40 ribu hektar. Jadi untuk menjaga anak cucu ke depan jelas kita harus menolak dengan keras,” ungkap Sampel.

Namun karena tetapi karena PT TMS ini sudah memiliki izin yang lengkap sesuai dengan aturan koridor yang ada, maka kata Sampel, pihakya sudah melakukan beberapa upaya, termasuk mendatangi Kementerian KKP dan Kementerian ESDM.

“Ini kan Negara hukum, bukan siapa yang tidak setuju lalu langsung dicabut izinnya. Harus tetap mengacu pada aturan. Dan sementara ini kami menunggu tindak lanjut dengan Kementerian KKP dan ESDM,” tukasnya.

Pada rapat lintas komisi tersebut, turut hadir Wakil ketua DPRD Viktor Mailangkay dan para personel Komisi III dan Komisi IV. (YSL)

Latest from Nusa Utara