TERAS, Manado- Munculnya wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) dari kalangan partai politik mendapat tanggapan dari pengamat kepemiluan, DR Ferry D Liando. Ia menyatakan, hal tersebut bukanlah sebuah masalah, namun kelembagaan partai politik harus dibenahi terlebih dulu.
“Bukan masalah jika parpol jadi penyelenggara Pemilu. Sebab di Meksiko dan Jerman, para penyelengara pemilu ada perwakilan dari parpol. Namun syaratnya adalah kelembagaan parpol harus dibuat bagus dulu. Sepanjang parpol masih memproduksi aktor-aktor koruptor, saya belum setuju,” ungkap Liando, Jumat (29/1/2021).
Ia mengatakan, sebagian parpol di Indonesia belum mampu melahirkan calon-calon pemimpin. Dimana banyak kepala daerah yang tidak kreatif, pasif dan dan tidak inovatif. Banyak anggota DPR/DPRD tak punya kemampuan berargumentasi di lembaga perwakilan rakyat.
“Padahal untuk memperjuangkan kepatuhan publik, kemampuan diplomasi dan argumentasi menjadi modal utama,” kata dia lagi.
Selama ini, kata akademisi FISIPOL Unsrat itu, keadaan di Parpol baru akan sibuk mencari figur calon baru menjelang Pemilu atau Pilkada saja.
“Sebelum itu tidak ada satupun kegiatan pembinaan, latihan kepimpinan dan pembianaan moral serta latihan tata kelola pemerintah jauh sebelum pemilihan dilakukan. Sebagian besar yang dicalonkan oleh parpol itu bukan kadernya sendiri. Sebagian parpol bahkan diduga mencalonkan yang bersedia menyetor mahar. Sebagian calon juga hanya diambil dari kerabat dan kekurga kepala daersh padahal bukan kader parpol,” bebernya panjang.
Pada Pemilu Tahun 1999, tambah Liando, penyelenggara Pemilu diambil dari perwakilan 48 parpol. Tapi yang terjadi waktu itu, Pemilu nyaris gagal, karena parpol yang kalah tidak mau tanda tangan hasil pemilu. Untunglah pak Habibie presiden waktu itu mengambil alih penetapan Pemilu waktu itu.
“Karena itu, benahi dulu kelembagaan parpol baru bicara soal wacana komisioner KPU dari parpol,” tegas dia.
Diketahui, RUU Pemilu merupakan salah satu revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 di DPR. Dalam salah satu pasal muncul perubahan UU soal keterwakilan partai politik dalam dalam komposisi keanggotaan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dalam draf RUU Pemilu yang diterima detikcom, Senin (25/1/2021), aturan tersebut tertuang dalam Pasal 16 ayat 7. Pasal itu menyebutkan bahwa komposisi anggota KPU, KPU provinsi, hingga kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan partai politik. Begini bunyinya:
Pasal 16 (RUU Pemilu)
(7) Komposisi keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan Partai Politik secara proporsional berdasarkan hasil pemilu sebelumnya.
Dalam UU Pemilu yang ada sekarang, soal keanggotaan KPU diatur dalam Pasal 10 dan hanya terdiri atas 9 ayat. Sedangkan dalam revisi diatur dalam Pasal 16 dan berisi 11 ayat.
Aturan soal keanggotaan KPU dari parpol ini bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No 81/PUU-IX/2011. Putusan ini menutup kesempatan anggota parpol untuk menjadi calon anggota KPU atau anggota Bawaslu. Jika hendak menjadi penyelenggara pemilu, mereka diharuskan mundur dari parpol sekurang-kurangnya lima tahun saat pendaftaran.
Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menyoroti perubahan pasal terkait keterwakilan parpol dalam keanggotaan KPU. Menurutnya, itu justru membawa KPU mundur ke kondisi Pemilu 1999.
“Dan itu jelas akan membawa mundur KPU kepada kondisi kegaduhan pemilu seperti Pemilu 1999. Mestinya pasal itu bisa diluruskan oleh Baleg dalam proses harmonisasi yang sekarang sedang berlangsung. Saya berharap pasal itu hanya tercecer saja dan terlewat dikoreksi Komisi II,” kata Titi kepada wartawan, Senin (25/1/2021) lalu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menyebut draf RUU Pemilu itu sudah ada di Badan Legislasi DPR. Ada 33 RUU yang masuk Prolegnas Prioritas 2021. (YSL)