TERAS, Manado – Sulawesi Utara kini telah miliki peraturan daerah (Perda) untuk menegakkan kepatuhan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, sudah ditetapkan menjadi Perda oleh Ketua DPRD Sulut Fransiscus Andi Silangen dalam rapat paripurna, Selasa (18/5/2021).
Sebelum ditetapkan, Silangen menyampaikan, dari lima fraksi di DPRD Sulut telah memberikan pendapat terkait ranperda tersebut. Ia pun menanyakan kembali kepada anggota DPRD apakah ranperda ini sudah bisa ditetapkan?
“Setujuh,” kata para anggota DPRD yang hadir paripurna.
Saat itu juga Silangen langsung mengetuk palu tanda ranperda ini telah resmi menjadi perda. Penetapan ranperda ini dihadiri oleh 33 anggota DPRD dari 45 anggota. Paling banyak hadir secara fisik dan beberapa secara virtual.
Setelah itu, penandatangan dan penyerahan perda kepada Gubernur.
Terkait perda ini, Wakil Ketua Bapemperda DPRD Sulut Melky Pangemanan menjelaskan, perda ini bertujuan memberikan perlindungan bagi masyarakat dari penyebaran Covid-19.
Selain itu untuk peningkatkan kepatuhan masyarakat, penanggung jawab/ pemilik dan/atau pengelola fasilitas umum terhadap penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19.
“Juga memperkuat upaya penanganan kesehatan akibat Covid-19, dan memberikan efek jerah bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19,” katanya Melky.
MJP menjelaskan, setelah perda ini ditetapkan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat.
“Pemerintah daerah melaksanakan sosialisasi selama tujuh hari kerja setelah perda ini diundangkan. Sosialisasi dilaksanakan dengan melibatkan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah dan partisipasi baik masyarakat, pemuka agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan unsur masyarakat lainnya,” jelasnya.
Sesuai format yang dilansir dari Kompas.com, perda ini memiliki delapan bab dan 19 pasal. Dalam perda ini telah diatur beberapa sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, di antaranya saksi atministratif dan kententuan pidana.
Saksi administratif bagi perorangan yang melanggar protokol yakni teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, dan/atau denda administratif. Sedangkan saksi bagi pelaku usaha, pengelola penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum, yakni teguran lisan atau tertulis, denda administratif, penghentian sementara kegiatan, dan/atau rekomendasi pencabutan izin usaha.
Denda administratif bagi perorangan dikenakan denda paling sedikit sebesar Rp 50.000 atau paling banyak Rp 250.000.
Bagi pelaku usaha dikenakan denda paling sedikit sebesar Rp 300.000 atau paling banyak Rp 3.000.000 setelah dilaksanakan teguran tertulis.
“Tim terpadu penegakan hukum protokol ini di antaranya TNI, Kepolisian, dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 daerah. Mereka ditetapkan dengan keputusan Gubernur,” sebut Melky.
Sementara saksi pidana, yakni setiap orang yang melanggar kewajiban dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau denda paling sedikit Rp 100.000 paling banyak Rp 200.000.
Setiap pelaku usaha, pengelola, penyelenggara atau penanggung jawab tempat, dan fasilitas umum yang melanggar kewajiban dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau denda paling sedikit Rp 500.000 paling banyak Rp 5.000.000.
Tindak pidana dikenakan jika sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
Melky menegaskan, perda ini merupakan pemikiran yang komprehensif dalam upaya menanggulangi Covid-19.
“Prinsipnya, perda ini upaya kita melindungi masyarakat. Tidak ada satupun pemikiran tendesi kita untuk bagimana memeras publik dalam hal menagih sanksi dan sebagainya,” tegas Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sulut itu. (SMM)