////

Pilkada Minahasa Utara: Ujaran Kebencian Menjamur di Jagad Maya, Berpotensi Picu Konflik

Kantor KPU Minahasa Utara. (Vivi Aganitji/Terasmanado.com)

TERASMANADO.COM – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Minahasa Utara pada November 2024, ujaran kebencian mulai menjamur di dunia maya dan berpotensi konflik. Setelah kasus pelaporan akun bodong ‘Terek Bale’ yang diduga menyebarkan ujaran kebencian di grup Facebook “I Love Minahasa Utara (ILMU)”, Terasmanado.com menemukan setidaknya 50 konten bernuansa ujaran kebencian muncul di grup yang sama. Selain itu, ada pula 31 pesan ujaran kebencian di grup WhatsApp “I ❤ Minahasa Utara”.

Pada awal Juli 2024 lalu, Anggota Komunitas Millenial Minahasa Utara Refly Luntungan melaporkan akun ‘Terek Bale’ yang diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Terek Bale dianggap menuduh pasangan calon Joune Ganda-Kevin William Lotulung (JG-KWL) telah membayar orang untuk menyebar konten palsu di grup tersebut. Kini, Polres Minahasa Utara tengah menyelidiki kasus itu dengan memanggil sejumlah saksi, termasuk admin grup Facebook ILMU.

Setelah kasus tersebut masuk ranah hukum, ujaran kebencian tak mereda di grup Facebook yang memiliki anggota 27.359 orang tersebut. Pun, juga ditemukan di grup WhatsApp “I ❤ Minahasa Utara” yang beranggotakan 493 orang.

(Vivi Aganitji/Terasmanado.com)

Meski namanya mirip, kedua grup tersebut tak terhubung secara langsung satu sama lain. Beberapa akun yang menjadi anggota di Facebook, juga menjadi anggota di grup WhatsApp. Keduanya merupakan platform yang aktif digunakan oleh masyarakat Minahasa Utara untuk berdiskusi beragam topik.

Selain diskusi, muncul juga bibit konflik melalui ujaran kebencian berupa kata-kata atau rangkaian kalimat yang mengandung unsur hinaan, kata kotor, ancaman atau hasutan, serangan terhadap identitas baik kepada pasangan calon maupun individu, kata seksual atau vulgar, dan jenis lainnya. Definisi dan kategorisasi ujaran kebencian ini merujuk pada dashboard pemantauan ujaran kebencian oleh Aliansi Jurnalis Independen dan Universitas Monash, Australia.

Dalam satu konten yang dianalisis, bisa mengandung satu atau lebih ragam ujaran kebencian. Menurut riset Terasmanado.com, ujaran kebencian yang mewarnai kontes Pilkada Kabupaten Minahasa Utara kali ini banyak berupa hinaan sebanyak 76 unggahan, diikuti dengan kata kotor sejumlah 45 unggahan, serangan terhadap identitas pasangan calon sebanyak 33 unggahan, ancaman, dan lainnya.

Serangan terhadap identitas banyak ditujukan kepada pasangan calon yakni JG-KWL dan Melky Jakhin Pangemanan-Christian Kamagi (MJP-CK).

JG-KWL didukung oleh 15 partai politik (parpol)–enam parpol berkursi di DPRD yakni PDI Perjuangan, Perindo, PKB, PBB, Demokrat, dan Golkar, serta sembilan parpol yang tidak memiliki kursi yakni, PAN, PPP, Partai Hanura, Partai Buruh, Garuda, PKN, PKS, Partai Ummat, dan Partai Gelora.

Pasangan JG-KWL (tengah-berbaju putih) saat mendaftarkan diri ke KPU Minahasa Utara, Kamis 30 Agustus 2024. (Vivi Aganitji/Terasmanado.com)

Sementara lawannya, mendapatkan dukungan dari tiga parpol–yakni Gerindra, Nasdem dan PSI.

Pasangan MJP-CK saat mendaftarkan diri ke KPU Minahasa Utara, Kamis 29 Agustus 2024. (Vivi Aganitji/Terasmanado.com)

Ragam Topik, dari Jalan Rusak hingga Film

Topik ujaran kebencian yang menyasar dua paslon ini beragam. Untuk paslon JG-KWL, topik yang paling dominan yakni jalan rusak di beberapa lokasi (18 konten) dan dugaan pembiayaan film Lokananta menggunakan APBD (13 konten) di mana JG menjadi salah satu pemeran dalam film bersama aktor kawakan Ray Sahetapy.

Film Lokananta ini mengangkat tema toleransi agama dan menampilkan potensi pariwisata Minahasa Utara, serta alat musik tradisional kolintang.

Beberapa isi pesan tersebut, meliputi:

“Ado kasiang bekeng ini filem cuma ada ambe rakyat p doi APBD, coba Doi ini ada bekeng felem ada bekeng ini jalan rusak (Aduh kasihan, pembuatan film ini hanya mengambil uang rakyat dari APBD, coba uangnya digunakan untuk perbaikan jalan rusak).”

“Rakyatku keluargaku jln rusak nda dapa beking.lagi sibuk syuting film (Rakyatku keluargaku jalan rusak tidak diperbaiki. Lagi sibuk syuting film).”

Sementara itu, terdapat tujuh ujaran kebencian menyasar paslon MJP-CK dengan mempertanyakan kapasitas mereka sebagai calon dan kinerja MJP yang saat ini masih berstatus sebagai anggota DPRD Sulawesi Utara periode 2019-2024.

“Cuman dg PIP anak skolah nda mampu urus kg smo urus 1 kabupaten (Program Indonesia Pintar (PIP) untuk anak sekolah saja tidak mampu diurus, malah mau mengurusi satu kabupaten),” tulis akun di grup Facebook ILMU.

Dari analisis, ditemukan pula setidaknya empat akun bodong tanpa identitas jelas yang mengunggah konten pemicu konflik dengan kata kasar ‘bodoh’ dalam bahasa lokal seperti bodok, biongo, bogo, dungu, serta kata hinaan lainnya.

Dapat Memicu Konflik

Jika tidak dihentikan, ujaran kebencian di jagad maya dapat memicu konflik, menurut Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Sam Ratulangi sekaligus mantan Ketua KPU Minahasa Utara Julius L.K. Randang.

“Mari berpikir dan bersikap positif dan tidak tidak mudah terpengaruh dengan konten provokatif yang bisa menyebabkan terganggunya stabilitas keamanan dalam Pilkada,” ujar Julius ketika dihubungi.

Julius Randang (Dokumen pribadi)


Sependapat dengan Julius, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Minahasa Utara Rocky Ambar konflik bisa terjadi lantaran selisih paham dan ujaran kebencian. Terlebih, menurut Rocky, Pilkada cenderung lebih rawan dibandingkan pemilu legislatif (Pileg) karena kontestan kepala daerah jauh lebih sedikit daripada calon legislatif, sehingga fokus perhatian masyarakat akan lebih terpusat pada kandidat tertentu.
Merujuk Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 yang dirilis Bawaslu, Sulawesi Utara termasuk provinsi paling rawan konflik urutan kedua setelah Jakarta. Sementara untuk Kabupaten Minahasa Utara, berada di peringkat ke sembilan paling rawan konflik dari 270 daerah yang menggelar Pilkada serentak di Indonesia.
Rocky mengimbau pasangan calon untuk tidak berkampanye menggunakan ujaran kebencian lantaran tidak mendidik dan dapat merusak dinamika politik serta stabilitas keamanan masyarakat.
“Kampanye yang mengandalkan ujaran kebencian mencerminkan ketidakmampuan pasangan calon atau tim dalam mensosialisasikan program mereka secara baik,” ujar Rocky.

Rocky Ambar (Vivi Agianitji/Terasmanado.com)


Pentingnya Pencegahan Konflik

Menurut Julius, pencegahan konflik perlu digalakkan oleh berbagai pihak termasuk penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Dari sisi penyelenggara, langkah yang perlu dilakukan adalah melakukan sosialisasi tentang dampak negatif penggunaan medsos (media sosial) dalam ruang kampanye,” menurut Julius.
Hal senada juga diucapkan tokoh masyarakat Minahasa Utara dan pengguna medsos William Luntungan. Menurutnya, perlu ada pemantauan di media sosial yang lebih ketat terhadap ujaran kebencian untuk menghindari konflik. Penegak hukum pun dirasa mesti bertindak jika unggahan di medsos sudah menjurus ke arah propaganda dan hasutan.
“Bawaslu, KPU dan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang diharapkan mampu meredam gejolak yang terjadi di masyarakat, ternyata kelihatannya hanya bergerak jika ada laporan warga,” kata William ketika dihubungi.

William Luntungan (Vivi Aganitji/Terasmanado.com)


Fenomena ini, menurutnya, terjadi di kalangan netizen dengan dua tipe, yakni mereka yang belum paham akan pentingnya beretika dan bijak dalam menggunakan medsos, serta netizen yang dengan sengaja menjatuhkan lawan atau tergabung dalam tim sukses.
“Bagi netizen perorangan biasanya akan berkomentar menurut penglihatan dan pengalaman sehari-hari. Yang kelihatan buruk akan dikatakan buruk dan sebaliknya,” lanjutnya.
Sementara itu, bagi netizen yang masuk dalam tim sukses, biasanya mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendiskreditkan lawan politiknya. “Hal yang tidak ada sekalipun akan dihalalkan, seolah-olah memang terjadi,” imbuhnya.
Menanggapi usulan Julius, Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM Komisi Pemilihan Umum (KPU) Minahasa Utara Risky Pogaga menyatakan pihaknya selalu mengkampanyekan stop ujaran kebencian dan konten mis/disinformasi
“KPU Minahasa Utara dalam gelar sosialisasi yang sudah dilakukan di setiap desa atau kelurahan, terus menyampaikan jangan pernah terlibat dalam ujaran kebencian dan gunakan medsos secara bijak dan efektif,” ujar Risky.

Risky Pogaga (Dokumen pribadi)

Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Persandian Kabupaten Minahasa Utara, Robby Parengkuan. “Masyarakat harus berhati-hati dalam berkomunikasi di media sosial, jangan sampai menyinggung atau menyerang personal, terutama dalam suasana menjelang Pilkada yang rawan terjadi kubu-kubuan,” ujarnya.
Parengkuan menekankan pentingnya menjaga etika dalam bermedia sosial agar tidak memicu gesekan dan perpecahan, terutama dalam konteks kontestasi politik. Media sosial menurutnya bisa juga berperan sebagai fungsi kontrol sosial, terutama dalam mengkritisi pemerintah. Namun, ia mengingatkan agar kritik disampaikan secara konstruktif dan tidak menyerang individu.


Akun Provokator Bisa Dilaporkan
Bawaslu menjelaskan akun provokator yang menyebarkan ujaran kebencian bisa dilaporkan ke pihak kepolisian dan dijerat UU ITE
Merujuk Pasal 28 ayat 2 beleid tersebut, perbuatan menyebarkan kebencian kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan melalui media elektronik dapat dipidana maksimal enam tahun dan didenda maksimal Rp1 miliar.
“Bawaslu sudah menjalin kerjasama dengan kepolisian serta platform digital seperti Facebook untuk mengawasi dan menindaklanjuti akun-akun yang membuat konten provokatif yang dapat memicu konflik,” ujar Rocky.
Selain menindak laporan, pengawasan aktivitas di jagad maya jelang Pilkada juga dilakukan oleh tim patroli siber dari Polres Minahasa Utara.
“Patroli siber terus dilakukan oleh Polres Minahasa Utara untuk mencegah gangguan keamanan dan tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran undang-undang IT. Kami berfokus pada pencegahan konflik dan menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat (Kamtibmas),” kata Kapolres Minahasa Utara AKBP Dandung Putut Wibowo.
“Diingatkan agar masyarakat menggunakan media sosial dan media lainnya dengan bijak, hindari penyebaran ujaran kebencian dan informasi yang belum tentu kebenarannya.”


Paslon Klaim Kampanye Positif, Hindari Ujaran Kebencian

Melky Jakhin Pangemanan-Christian Kamagi (MJP-CK). (Vivi Aganitji/Terasmanado.com)


MJP menyebutkan pihaknya telah menginstruksikan tim kampanye agar menggunakan konten positif dan tidak menyerang lawan.
“Tim (kampanye MJP) diinstruksikan untuk bertindak profesional dan tidak terprovokasi di media sosial, serta fokus pada tujuan utama sosialisasi yang positif. Dengan fokus pada promosi prestasi, program kerja, dan visi misi tanpa menjelekkan lawan politik,” kata MJP, Rabu (28/08/2024).
Sementara soal tudingan dan ujaran kebencian yang ditujukan kepadanya, ia memilih tak acuh. “Tidak perlu ditanggapi karena justru akan semakin memperkeruh suasana dan memicu konflik,” tegasnya.
Lebih jauh, MJP juga mengimbau pendukungnya untuk bijak menggunakan medsos. “Menghindari ujaran kebencian, provokasi, dan serangan pribadi, terutama dalam konteks politik dan Pilkada,” katanya.

Joune Ganda-Kevin William Lotulung (JG-KWL). (Vivi Aganitji/Terasmanado.com)

Hal senada disampaikan Joune Ganda yang menyatakan pendukungnya harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan aspirasinya di media sosial. “Jangan terlalu emosional, politik ini kan dinamis, kemarin A sekarang B. Kemarin baku binci (saling benci), tiba-tiba baku sayang. Jangan sampai dinamika yang terjadi di level nasional malah berakibat kepada hukuman ke pribadi,” ujarnya.

Peran Jurnalis Cegah Konflik

Jurnalis berperan penting dalam mencegah konflik melalui pemberitaan yang terverifikasi. Jika ada jurnalis yang justru turut berperan dalam menyulut konflik, baik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) akan bertindak.

“Jika ada anggota AJI yang kedapatan membuat berita yang sengaja mendiskreditkan salah satu kandidat, akan dikenakan sanksi lewat proses di Majelis Etik dan Peradilan Organisasi,” tegas Ketua AJI Manado, Fransiscus Talokon.

Untuk mencegah hal tersebut, menurutnya, jurnalis perlu mengimplementasikan kode etik dan perlu memiliki pemahaman serta keterampilan untuk membongkar mis/disinformasi.

“AJI sudah menjalin kerjasama dengan Google [untuk mengadakan workshop] terkait menangkal hoax, lewat cek fakta, [termasuk] debunking [membongkar] dan prebunking (mencegah),” katanya.

Hal senada juga disampaikan Ketua AMSI Ady Putong. Proses verifikasi menjadi hal penting dalam membuat berita agar menghindari konflik dan kesimpangsiuran informasi.

“Berita yang terlanjur menyulut ujaran kebencian di medsos sebenarnya adalah output. Sebelum terjadi, ruang redaksi perlu memberikan pemahaman komprehensif pada jurnalisnya untuk terus melakukan verifikasi fakta, memastikan informasi yang diterima akurat dan sahih. Periksa sumber berita dan bandingkan dengan informasi dari sumber terpercaya,” papar Ady.

Sedangkan bagi jurnalis, yang sengaja membuat berita yang berpeluan untuk memicu perdebatan atau ujaran kebencian, menurut Ady perlu diberikan sanksi, namun juga harus diberikan edukasi dan pemahaman komprehensif.(VIC)

Disklaimer:

“Artikel ini diproduksi dalam kerangka proyek UNESCO Social Media 4 Peace, yang didanai oleh Uni Eropa. Hasil liputan jurnalistik ini menjadi tanggung jawab penerbit, tidak mencerminkan pandangan UNESCO atau Uni Eropa.”

Latest from Minahasa Raya