TERASMANADO.COM, Manado – Dugaan tindak pidana korupsi terkait penyalahgunaan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk program Ketahanan Pangan Desa Berbasis Keluarga di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara (Sulut) kembali mencuat.
Laporan ini diajukan oleh Ketua Forum Anti Korupsi (FRAKO) Sulut Andreas Andi Sabawa, warga Desa Mapanget, Kecamatan Talawaan, yang secara resmi mengajukan pengaduan kepada pihak Polda Sulut.
Andreas mengungkapkan dalam laporannya bahwa program bantuan ketahanan pangan yang menyasar hampir 10.000 keluarga penerima manfaat ini diduga tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Program yang bersumber dari ADD dengan total anggaran Rp9,94 miliar ini disalurkan tanpa tertata dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan melibatkan pihak-pihak tertentu yang dianggap tidak berhak, termasuk tim sukses calon pasangan tertentu dan beberapa dinas terkait,” katanya lewat keterangan tertulis, Kamis (7/11/2024).
Dia mengatakan, rincian dugaan penyalahgunaan. Pertama, Pengalihan Sumber Dana: ADD, yang seharusnya digunakan untuk pembayaran Siltap dan operasional desa, telah dialihkan untuk mendanai program bantuan ketahanan pangan. Hal ini dilakukan tanpa persetujuan dan pencatatan dalam APBDes.
Kedua, Prosedur yang Tidak Sesuai: Nama-nama penerima bantuan, yang seharusnya diputuskan oleh pemerintah desa, diduga disusun oleh tim sukses pasangan calon tertentu dan beberapa instansi pemerintah. Daftar penerima juga tidak diverifikasi sesuai prosedur yang berlaku.
Ketiga, Ketidaksesuaian dalam Pengelolaan Anggaran: Dana untuk bantuan ketahanan pangan ini diduga disalurkan meskipun belum tertata di APBDes. Selain itu, beberapa desa bahkan telah melakukan pencairan meski anggaran bantuan belum terdaftar.
Keempat, Tertundanya Pembayaran Siltap: Akibat pemotongan anggaran untuk program ketahanan pangan, pembayaran Siltap untuk kepala desa dan perangkat desa terhambat selama hampir tujuh bulan.
Lanjut dia, Potensi Gangguan Sosial. Andreas juga mengungkapkan potensi gangguan keamanan akibat ketidakpuasan perangkat desa terhadap keterlambatan gaji mereka. Beberapa kepala desa dan perangkat desa disebut berencana menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut pembayaran gaji mereka yang tertunda.
Dalam laporan tersebut, Andreas meminta pihak kepolisian, khususnya Polda Sulut, untuk segera menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi ini. Ia berharap agar laporan ini diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, khususnya UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Tujuan kami adalah agar pengelolaan anggaran negara dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan aturan, serta memastikan keadilan bagi masyarakat dan pemerintahan desa,” tegas Andreas dalam laporannya.
Perkembangan lebih lanjut terkait laporan ini diharapkan dapat segera diumumkan oleh pihak berwenang. (*)