TERAS, Manado – Pemilu dan Pilkada yang ramah terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dimulai dari kerangka hukum pemilu (electoral legal framework) yang mengakomodasi prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam materi muatan produk hukum.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Sulut, Meidy Tinangon, ketika menjadi salah satu narasumber dalam Diskusi Publik “Catatan Kritis tentang Perubahan Tata Kelola Pemilu Ramah HAM” yang digagas Komnas HAM RI bekerjasama dengan Fisip Unsrat pada 30 Juli 2024 di Aula Fisip Universitas Sam Ratulangi, Kota Manado.
Tinangon yang mengulas tentang catatan evaluatif implementasi pemilu ramah HAM, menganalisis berdasarkan tiga aspek strategis penyelenggaraan pemilu yaitu: kerangka hukum pemilu (electoral legal framework), proses penyelenggaraan (electoral procces), dan penegakan hukum pemilu (electoral law enforcement).
Dari aspek kerangka hukum, sebenarnya baik undang-undang pemilu maupun peraturan KPU telah mangakomodasi persamaan hak politik (equal rights), namun demikian perlu didiskusikan adanya putusan lembaga peradilan yang mengubah norma hukum disaat tahapan sedang berjalan.
“Hal ini dapat mengenyampingkan hak politik kandidat yang terkena imbas perubahan peraturan,” ungkap Tinangon.
Tinangon juga menguraikan permasalahan HAM dalam tahapan pemilu, terkait hak politik untuk dipilih dan hak memilih, yang terjadi di tahapan pemutahiran data pemilih dan pencalonan.
Selain Tinangon, hadir sebagai nara sumber yaitu: Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tantowi, Dekan Fisip Unsrat Ferry Daud Liando, dan Dosen Fisip Unsrat Jovano Alfa Palenewen. Diskusi yang dibuka Rektor Unsrat tersebut dipandu moderator Michelle Kumaseh dari Pusat Studi Kepemiluan Fisip Unsrat. (*/ivo)