Manado – Anggota Komisi I DPRD Sulut Eugenie Mantiri S.Pd MAP menyampaikan sejumlah pertanyaan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPRD Sulut dan Kakanwil ATR/BPN Sulut Erry Juliani Pasoreh,S.H.,M.Si dan Kepala BPN di 15 Kab/Kota.
Srikandi PDI Perjuangan dapil Kota Bitung ini mempertayakan soal keinginan masyarakat kurang lebih 79 KK yang menempati Girian Indah Lingkungan 6 RT 2 yang meski sudah 21 Tahun menempati lokasi tersebut, namun tidak bisa mengurus surat kepemilikan hak.
“Saya menyampaikan aspirasi puluhan KK yang smapai hari ini tidak bisa mengurus berkas, apa sebenarnya yang terjadi,” tanya Srikandi PDIP ini.
Selain itu Eugenir Mantiri menyoroti soal Mafia Tanah yang yang seakaan sulit diberantas, adanya prakter penguasaan tanah secara ilegal, Prmalsuan Dokumen hingga penghilangan bukti kepemilikan.
“Kami minta ini di serius jangan sampai melibatkan oknum di BPN, kasian masyarakat kita.Perlu adanya sinergi dan kolaborasi antara Kementerian ATR/BPN dengan para aparatur penegak hukum, lembaga peradilan, pemerintah daerah, instansi-instansi terkait, aktivis pertanahan, hingga media maupun masyarakat,” tandas Eugenie.
Dirinya juga mendorong Satgas anti Mafia tanah, untuk duduk bersama membicarakan strategis dalam memberantas aksi mafia tanah yang menyengsarakan masyarakat
Menanggapi hal ini , Kakanwil BPN Sulut Erry Juliani Pasoreh,S.H.,M.Si, menyatakan berbagai upaya pencegahan hingga penindakan ke aparat hukum telah dilalukan oleh ATR BPN Wilayah Sulut dengan berbagai Program yang ada.
“Kemarin kita mendapatkan Pina emas yang diberikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kepada Sulawesi Utara (Sulut) adalah bentuk penghargaan atas keberhasilan Satgas Mafia Tanah Sulut dalam menyelesaikan kasus tindak pidana di bidang pertanahan. Penghargaan ini diserahkan oleh Menteri ATR/BPN kepada Kapolda Sulut pada acara Rakor Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan,” jelasnya.
Terkait dengan aspirasi 79 KK di Griya Indah Ling. 6, dijelaskan BPN Bitung . Dr. H. Jamaluddin, SH.MH menjelaskan bahwa upaya gugatan warga di Tolak dan atas lahan tersbeut sudh ada serifikat.
“Tahun 2006 telah diterbitkan kurang lrbih 300 sertifikat lewat program Prona, kemudian antara pemilik sertifikat dan masyarakat yang menguasai lokasi sekarang sudah tidak ada huhungan, sehingga kami tidak bisa menindaklanjuti dan kami lakukan identifikasi pemilik sertifikat tersebut,” tutupnya.