TERASMANADO.COM, Manado – Salah satu tokoh Sulawesi Utara (Sulut) Hendrik Kawilarang Luntungan (HKL) mengaku prihatin dengan kondisi saat ini jelang pelaksanaan pilkada serentak 2024 di Sulut.
Pengusaha asal Minahasa Utara ini menyampaikan keprihatinannya, organisasi agama jangan dibuat seperti organisasi partai politik. Seolah-olah dijadikan organisasi atau geng yang menjurus ke pembelaan umat beragama.
Menurut dia, seharusnya organisasi agama tidak diperlakukan seperti organisasi politik atau kelompok yang berpihak hanya pada satu kelompok masyarakat.
HKL menilai beberapa organisasi agama seolah dijadikan alat untuk menyuarakan pembelaan yang mengarah pada sektarianisme dan pemisahan umat beragama.
“Mau Katolik, GMIM, GPIB, GPDI, atau GBI, semua itu adalah Kristen. Kristen itu artinya pengikut Kristus. Begitu pula, mau Kristen, Islam, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu, dan lainnya, semuanya adalah umat manusia ciptaan Tuhan,” kata HKL.
HKL mengungkapkan pendekatan seperti ini justru menjauhkan makna sejati dari ajaran agama yang seharusnya mengajarkan kasih, bukan kebencian.
“Sayangnya, ketika pembelaan ini dilakukan malah menimbulkan kebencian dan caci maki yang sebetulnya adalah dosa. Hal ini sudah keluar dari konsep dasar beragama itu sendiri,” ungkap dia.
HKL juga mengutip ayat dari 1 Korintus 3:6 yang berbunyi, “Paulus menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan.”
Menurut dia, ayat ini mengandung pesan tentang pentingnya kerendahan hati dan kolaborasi dalam pelayanan. HKL menekankan meskipun manusia bisa berupaya dalam menanam dan menyiram benih iman, hanya Tuhan yang berkuasa memberikan pertumbuhan rohani.
“Jika melihat konteks Kristen di Sulut, Paulus dan Apolos bisa disamakan dengan GMIM dan Katolik, di mana keduanya merupakan bagian dari umat yang sama,” ujar dia, merujuk pada pentingnya persatuan dalam keberagaman agama.
HKL menambahkan, dalam konteks Indonesia, persatuan antara umat beragama sangatlah penting sebagai sesama warga bangsa.
“Jika kita berbicara dalam konteks bangsa, baik itu Kristen, Islam, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu, dan lainnya adalah bagian dari bangsa yang sama dan harus saling menghargai,” kata dia.
HKL berharap masyarakat Sulut dapat bersikap bijaksana dalam menghadapi dinamika politik menjelang pilkada, serta tidak membawa-bawa organisasi agama dalam kontestasi politik.
Kata dia, langkah ini penting untuk menjaga harmoni sosial dan mencegah potensi konflik yang bisa saja muncul jika agama dijadikan alat politik.
Kondisi yang dinilai memprihatinkan ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak, yang menilai integrasi nilai-nilai agama dalam masyarakat seharusnya dilakukan tanpa campur tangan politik.
Dia berharap Sulut dapat menjadi contoh wilayah yang mampu memisahkan kepentingan agama dan politik demi terciptanya kedamaian dan kesejahteraan bersama. (*)